Sampai saat ini belum ada kesepakatan di antara para pengamat dan pakar mengenai definisi dari e-commerce, karena setiap pakar atau pengamat memberi penekanan yang berbeda perihal e-commerce ini.
Chissick dan Kelman misalnya memberikan definisi yang sangat global terhadap e-commerce yaitu ‘a board term describing business activities with associated technical data that are conducted electronically’. Hampir senada dengan pengertian tersebut, Kamlesh K. Bajaj dan Debjani Nag menyatakan bahwa e-commerce merupakan satu bentuk pertukaran informasi bisnis tanpa menggunakan kertas (paperless exchange of business information) melainkan dengan menggunakan EDI (Electronic Data Interchange), electronic mail (e-mail), EBB (Electronic Bulletin Boards), EFT (Electronic Funds Transfer) dan melalui jaringan teknologi lainnya7.
Definisi lain yang bersifat lebih teoritis dengan penekanan pada
aspek sosial ekonomi dikemukakan oleh Kalalota dan Whinston dengan
menyatakan bahwa e-commerce adalah sebuah metodologi bisnis
modern yang berupaya memenuhi kebutuhan organisasi-organisasi, para
pedagang dan konsumer untuk mengurangi biaya (cost), meningkatkan kualitas barang dan jasa serta meningkatkan kecepatan jasa layanan pengantaran barang. United Nation, khususnya komisi yang menangani Hukum Perdagangan Internasional menyatakan bahwa e-commerce adalah perdagangan yang dilakukan dengan menggunakan data massage electronic sebagai media.
Komisi Perdagangan Internasional PBB menyatakan bahwa e-commerce adalah perdagangan yang dilakukan dengan menggunakan data massage electronic sebagai medianya. Istilah commerce itu sendiri didefinisikan oleh PBB dalam UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce
sebagai setiap hal yang muncul dari seluruh sifat hubungan
‘perdagangan’, baik yang bersifat kontraktual ataupun tidak, meliputi
(tapi tidak terbatas pada) transaksi berikut: setiap transaksi
perdagangan untuk mensuplai atau menukar barang atau jasa; perjanjian
distribusi; representasi atau agensi perdagangan; perusahaan; leasing;
konstruksi kerja; konsultasi; teknik; pemberian ijin; investasi;
pemberian dana (financing); banking; asuransi; eksploitasi; kesepakatan atau perjanjian atau konsesi; joint venture
dan bentuk-bentuk lain kerjasama di bidang industri atau bisnis;
pengangkutan barang atau penumpang melalui udara, laut, kereta api atau
jalan.
Dalam UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce juga disebut bahwa data massage
adalah informasi yang dibuat, dikirim, diterima atau disimpan dengan
peralatan-peralatan elektronik, optik atau semacamnya, termasuk, tapi
tidak terbatas pada pertukaran data elektronik (EDI), e-mail, telegram,
teleks dan telekopi.8
Dari semua definisi mengenai e-commerce di atas, jelas
esensinya menuju satu substansi yang sama yaitu suatu proses perdagangan
dengan menggunakan teknologi dan komunikasi jaringan elektonik. Namun
dari pengertian yang ada dalam UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce, dapat dipahami bahwa e-commerce
bukan hanya perdagangan yang dilakukan melalui media internet saja
(sebagaimana yang dipahami banyak orang selama ini), melainkan meliputi
pula setiap aktifitas perdagangan yang dilakukan melalui atau
menggunakan media elektronik lainnya. Adapun media elektronik yang
sering digunakan dalam transaksi e-commerce adalah EDI (Electronic Data Interchange), teleks, faks, EFT (Electronic Funds Transfer) dan internet.
Permasalahan Hukum (Kontrak) dalam Transaksi E-Commerce
Dalam tulisannya Perlindungan Konsumen dalam E-Commerce, Esther Dwi Magfirah mengidentifikasi beberapa permasalahan hukum yang dapat dihadapi konsumen dalam transaksi e-commerce. Permasalahan tersebut adalah9:
- otentikasi subyek hukum yang membuat transaksi melalui internet;
- saat perjanjian berlaku dan memiliki kekuatan mengikat secara hukum ;
- obyek transaksi yang diperjualbelikan;
- mekanisme peralihan hak;
- hubungan hukum dan pertanggungjawaban para pihak yang terlibat dalam
transaksi baik penjual, pembeli, maupun para pendukung seperti
perbankan, internet service provider (ISP), dan lain-lain;
- legalitas dokumen catatan elektronik serta tanda tanan digital sebagai alat bukti.
- mekanisme penyelesaian sengketa;
- pilihan hukum dan forum peradilan yang berwenang dalam penyelesaian sengketa.
Dari identifikasi yang dilakukan oleh Esther Dwi Magfirah ini,
sebenarnya dapat dilihat bahwa permasalahan hukum yang mungkin timbul
dalam transaski e-commerce ini sangatlah beragam dan sifatnya kursial.
Senada dengan apa yang diungkapkan di atas, M. Arsyad Sanusi kemudian membagi permasalahan hukum dalam transaski e-commerce menjadi dua yaitu permasalahan yang sifatnya substasial dan permasalahan yang sifatnya prosedural.
Permasalahan yang bersifat substasial diidentifikasi menjadi 5 (lima)
yaitu permasalahan mengenai keaslian data massage dan tanda tangan
elektronik; keabsahan (validity); kerahasiaan (confidentially/privacy) dan keamanan (security) dan availabilitas (availability).
Untuk permasalahan yang bersifat prosedural dibagi menjadi 3 (tiga)
yaitu permasalahan yurisdiksi atau forum; permasalahan hukum yang
diterapkan (applicable law) dan permasalahan yang berhubungan dengan pembuktian (evidence).10
Berikut akan dideskripsikan beberapa permasalahan yang bersifat substansial dan prosedural dalam transaksi e-commerce serta pranata hukum yang dapat memberikan perlindungan terhadap konsumen.